Pondok Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan
ilmu agama dalam pengertian formal-akademis seperti sekarang ini,
semisal ilmu tafsir, fikih, tasawuf, nahwu-shorof, sejarah Islam dan
seterusnya. Pondok pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat
para santri belajar ilmu kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi
pendakwah yang tangguh, tegar dan tahan uji. Para kiainya tidak hanya
alim tetapi juga sakti. Para kiai dulu adalah pendekar pilih tanding.
Akan tetapi belakangan ada tanda-tanda surutnya
ilmu bela diri di pesantren. Berkembangnya sistem klasikal dengan materi
yang padat, ditambah eforia pembentukan standar pendidikan nasional
membuat definisi pesantren kian menyempit, melulu sebagai lembaga
pendidikan formal.
Para ulama-pendekar merasa gelisah. H
Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya yang gemar berorganisasi
menemui KH Mustofa Bisri dari Rembang dan menceritakan kekhawatiran para
pendekar. Mereka lalu bertemu dengan KH Agus Maksum Jauhari Lirboyo
alias Gus Maksum yang memang sudah masyhur di bidang beladiri. Nama Gus
Maksum memang selalu identik dengan “dunia persilatan”.
Pada tanggal 12 Muharrom 1406 M bertepatan
tanggal 27 September 1985 berkumpulah mereka di pondok pesantren
Tebuireng Jombang, Jawa Timur, untuk membentuk suatu wadah di bawah
naungan Nahdlatul Ulama (NU) yang khusus mengurus pencak silat.
Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari daerah
Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta Cirebon, bahkan dari
pulau Kalimantan pun datang.
Musyawarah berikutnya diadakan pada tanggal 3
Januari 1986, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, tempat
berdiam Sang Pendekar, Gus Maksum. Dalam musyawarah tersebut disepakati
pembentukan organisasi pencak silat NU bernama Ikatan Pencak Silat
Nahdlatul Ulama “Pagar Nusa” yang merupakan kepanjangan dari “Pagarnya NU dan Bangsa.”
Kontan para musyawirin pun menunjuk Gus Maksum sebagai ketua umumnya.
Pengukuhan Gus Maksum sebagai ketua umum Pagar Nusa itu dilakukan oleh
Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Ahmad Sidiq.
Gus Maksum lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada
tanggal 8 Agustus 1944, salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren
Lirboyo KH Manaf Abdul Karim. Semasa kecil ia belajar kepada orang
tuanya KH Abdullah Jauhari di Kanigoro. Ia menempuh pendidikan di SD
Kanigoro (1957) lalu melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, namun
tidak sampai tamat. Selebihnya, ia lebih senang mengembara ke berbagai
daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan dan kejadukan (Dalam “Antologi NU” terbitan LTN-Khalista Surabaya).
Sebagai seorang kiai, Gus Maksum berprilaku nyeleneh
menurut adat kebiasaan orang pesantren. Penampilannya nyentrik. Dia
berambut gondrong, jengot dan kumis lebat, kain sarungnya hampir
mendekati lutut, selalu memakai bakiak. Lalu, seperti kebiasaan
orang-orang “jadug” di pesantren, Gus Maksum tidak pernah makan nasi
alias ngerowot. Uniknya lagi, dia suka memelihara binatang yang
tidak umum. Hingga masa tuanya Gus Maksum memelihara beberapa jenis
binatang seperti berbagai jenis ular dan unggas, buaya, kera, orangutan
dan sejenisnya.
Dikalangan masyarakat umum, Gus Maksum dikenal
sakti mandaraguna. Rambutnya tak mempan dipotong (konon hanya ibundanya
yang bisa mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api,
punya kekuatan tenaga dalam luar biasa dan mampu mengangkat beban
seberat apapun, mampu menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tak mempan
disantet, dan seterusnya. Di setiap medan laga (dalam dunia persilatan
juga dikenal istilah sabung) tak ada yang mungkin berani berhadapan
dengan Gus Maksum, dan kehadirannya membuat para pendekar aliran hitam
gelagapan. Kharisma Gus Maksum cukup untuk membangkitkan semangat
pengembangan ilmu kanuragan di pesantren melalui Pagar Nusa.
Sebagai jenderal utama “pagar NU dan pagar
bangsa” Gus Maksum selalu sejalur dengan garis politik Nahdlatul Ulama,
namun dia tak pernah terlibat politik praktis, tak kenal dualisme atau
dwifungsi. Saat kondisi politik memaksa warga NU berkonfrontasi dengan
PKI Gus Maksum menjadi komandan penumpasan PKI beserta antek-anteknya di
wilayah Jawa Timur, terutama karesidenan Kediri. Ketika NU bergabung ke
dalam PPP maupun ketika PBNU mendeklarasikan PKB, Gus Maksum selalu
menjadi jurkam nasional yang menggetarkan podium. Namun dirinya tidak
pernah mau menduduki jabatan legislatif ataupun eksekutif. Pendekar ya pendekar!
Gus Maksum wafat di Kanigoro pada 21 Januari 2003 lalu dan dimakamkan
di pemakaman keluarga Pesantren Lirboyo dengan meninggalkan semangat dan
keberanian yang luar biasa.
0 komentar on GUS MAKSUM :
Post a Comment and Don't Spam!